Zaman dahulu Desa Warukawung yang
babak yasa ialah Embah Sangkan Kuwu Cirebon. Konon kabarnya beliau tidak mau
disebut namanya, tetapi cukup disebut Ki Gede Penderesan saja. Tujuan semula
pokoknya beliau bermaksud menyebarkan Agama Islam di pelosok dusun, yang kini
tapak petilasannya disebut Ki Buyut Cabuk.
Sebenarnya bukan Cabuk tetapi
Cisabuk, karena beliau semenjak pindah tempat dari pemukimannya, sabuknya
beliau ditinggalkan yakni dekat sungai Cisabuk, adalah tempat pesiaran
peribadatan. Tetapi beliau bukan mengembangkan ajaran Agama Islam saja,
disamping itu pula beliau berwiraswasta membuat gula aren(enau) dari pohon
kawung. Memang ditempat itu banyak pohon Kawung dan Waru yang tumbuh dengan
suburnya, maka tepatlah perkampungan itu disebut Desa Warukawung.
Pohon waru terkenal sekali
dibutuhkan keperluan pertanian atau keperluan perumahan. Lulub waru perlu
sekali untuk pemijang, yakni tali pengikat gedengan padi, begitu pula penting
sekali pada masa itu lulub/waru keperluannya untuk tali welit guna atap rumah
atau saung-saung sawah ladang petani.
Sehari-hari beliau selalu menghadapi
kesibukan kerja, waktu magrib, isya dan subuh acara peribadatan di bidang
rohani Agama Islam, sedangkan siangnya kalau bukan menderes pohon enau,
mengambil nira (lahang), tentunya mencetak gula aren.
Sawah ladang pun harus pula diurus
sebaik mungkin, padinya, palawija, sayur mayurnya dan yang terkenal tanaman
waluhnya. Begitulah beliau kerjakan dengan para santri dan Murid pengikutnya.
Kemudian lama kelamaan setelah
berhasil yang dicapai, cita-cita, tujuan pokoknya adalah penyebaran Agama
Islam, beliau meneruskan perjalanannya ke tempat lain; maka tugas pengamatan
diserahkan kepada kepercayaannya ialah Kiyai Murid yang kemudian turun temurun
yang ada di Blok Benda.
Tapak tilas yang lain adalah di
makam Sampir, disitulah ada pakaian untuk bekerja di sawah-ladang yang
disampirkan ditempat saungnya, yaitu di persawahan yang pada masa ini ada
diwewengkon Desa Sindang Jawa Blok Sawah/ Amba.
Sahdan pada zaman penjajahan Belanda
tahun 1918 seorang Wedana di Plumbon yang terkenal disebut Wedana Blendang,
sebab perutnya besar, ia ditugaskan untuk menggabung-gabungkan desa-desa yang
dianggap terlalu sempit, maka terjadi Desa Warukawung yang dipimpin mendiang
Kuwu Arpat dapat tergabung dengan Desa Royom yang dipimpin oleh mendiang Kuwu
Arsa.
Dan kelanjutannya diadakan pilihan
kuwu, yang mendapat suara terbanyak ialah mendiang Kuwu Sutara. Ia adalah
seorang kuwu yang masih remaja lagi tampan, dan kebiasaan ia disebutnya Kuwu
Cilik. Maka terjadilah dua desa gabungan tadi menjadi satu dengan diberi nama
Desa Waruroyom.
Tetapi malang baginya baru setahun
menjadi kuwu, ia terkena kasus, sehingga atas keputusan sidang Pengadilan
Negeri mendapat vonis hukum kurungan satu tahun lamanya. Lebih luas lagi
sekedar catatan dari masa ke masa jabatan kuwu sebagai gambaran terlampir ini.
Sejak itu yang sangat menonjol sekali antara pemimipin dengan rakyat selalu
perpecahan, karena politik devide et impera dari pihak kolonial Belanda
sehingga lupa daratan kepada bangsanya, apalagi untuk membangun dan
kemajuannya.
Setelah terbentuknya Desa Waruroyom
dari mulai tahun 12918 pernah mengalami rupa-rupa perubahan zaman, zaman
Belanda diwaktu normal dan pada tahun 1935 waktu Malaise (failit), pada tahun
1942-1945 zaman Dai Nippon Jepang yang pada umumnya rakyat mengalami rupa-rupa
penderitaan, penyakit busung lapar, orang berpakaian karung goni, jenazah
dibungkus dengan tikar, disana-sini ribut-ribut pakaian manusia dirubung kutu.
Mulai tanggal 17 Agustus 1945 baru
ada titik-titik terang, setelah ada Proklamasi Kemerdekaan, meskipun banyak
gangguan kekacauan, gerakan DI/TII yang terkenal pagar betis, gerakan PKI yang
terkenal pengkikisan G.30.S-nya, Revolusi, aksi Polisionil Belanda dan
lain-lain sebagainya. Tetapi bangsa yang telah merdeka lama kelamaan ada
perubahan yang sangat menguntungkan khususnya bagi masa depan generasi muda.
Akan tetapi mengingat Desa Waruroyom sampailah pada tahun 1985 perkembangan
penduduk sangat menonjol, maka terjadilah pemekaran desa yaitu pada tanggal 1
Januari 1985 hari Jum’at Kliwon diumumkan oleh TRIPIDA Kecamatan Plumbon, maka
Desa Waruroyom menjadi 2 desa.
Bagian Waruroyom yang utara, nama
desa untuk kenag-kenangan ditetapkan menjadi Desa Waruroyom, mengingat pula
bagi kenang-kenangan Desa Royom pernah menjadi desa yang tergabung. Sedangkan
kepala Desa dilakukan oleh seorang pejabat ialah Sdr. Wartama. Adapun Waruroyom
yang bagian selatan, untuk perubahan baru namanya menjadi Desa Warukawung,
karena Desa Warukawung adalah Desa ciptaan Ki Kuwu Cirebon yakni Embah Sangkan,
adalah seorang Waliullah penyebar Agama Islam di Cirebon.
Letak geografisnya Warukawung sangat
penting, di jaman revolusi fisik dianggap daerah konsolidasi (menegakkan
kemerdekaan) oleh pejuang tentara RI, bahkan para pejuang pasukan Bede pernah
markasnya di Blok Benda, sehingga Belanda acap mengadakan aksi
penggerebegannya, tetapi mereka tak pernah berhasil karena berkat kekompakan
rakyat dengan para pejuang.
Warukawung kaya sumber airnya, yang
terbesar adalah Tuk Bual. Pernah DPD Tingkat II Cirebon ada rencana akan
dibangun tempat rekreasi yakni pada tahun 1957, tapi gagal entah apa
sebab-sebabnya, Sumur Jaran, Sumur-Serut, dan beberapa Pancuran Rita, Pancuran
Gede, Pancuran Gondang, Pancuran Kroya, Pancuran Dasia walaupun kemarau panjang
tak pernah kunjung kering.
Mata pencaharian penduduk tercatat,
pertanian 60%, pertukangan 25%, dagang perantaun 10%, sedangkan buruh tani
hanya 5%, sungguh tenaga buruh kurang sekali, maka bila musimnya penggarapan
sawah terpaksa tenaganya harus di drop dari luar desa umumnya dari Desa Pekidulan
( selatan).
Di sekitar perkamopungan Desa
Warukawung tanamannya subur, terutama durian yang mengandung banyak kalori,
petai, nangka dan mangga, tetapi tanamannya kemiri dan picung kini semakin
langka. Sejak dulu tahun 1934 di Warukawung tanaman/ buah-buahan serba ada,
sehingga seorang petugas Lanbo Konsulen jaman kolonial, menganggap bahwa
Warukawung adalah gemah ripah loh jinawi. Kegemaran para petani dulu adalah
menanam padi loyor yang berasnya merah tetapi pulen, maka orang Warukawung
tubunya tegap-tegap karena mengutamakan makanan yang mengandung banyak vitamin
dan protein nabati dari daun lembayung.
Batas Desa yang penting di jaman
dulu adalah :
Sebelum utara ini merupakan jalan
yang paling sibuk untuk lalu lalang dan menuju ke kota Kesultanan Cirebon, bila
menjelang bulan Maulud orang-orang pergi ke Cirebon merupakan kebiasaan tradisi
dari nenek moyang. Begitu pula para perangkat desa bila pergi rapat-rapat
mereka menunggang kuda, sedangakn Narpraja pun melakukan tugas kepentingan di
desa wewengkonnya.
Kata Sahibul Hikayat jalan itu pernah jadi arena pertempuran antara pasukan
Galuh lawan Cirebon, sebagai bukti bekas – bekasnya dianggap keramat oleh
penduduk ialah kuburan Ki Penggung, kuburan Ki Sulun (Siulun) dan
kelangsungannya di ceritakan alat peperangan di kubur. Kenyataannya banyak
orang yang menemukan keris atau batu-fosil seperti kampak disekitar makam Ki
Penggung.
Jurusan batas ini dari mulai barat
Blok Mantri menuju Kedemangan dan Ki Penggung, dapat dipastikan bahwa blok ini
bekas tempat para Narapraja, yakni Mantri, Demang (Wedana) dan Tumenggung.
Nama – nama Kepala Desa Warukawung
yang diketahui :
1. Madam : 1865
– 1901
2. Rodja :
1901 – 1901 (9 bulan)
3. Basi Sutaradjaja : 1901 – 1906
4. Budi Wangsa Didjaya : 1906 – 1913
5. Arpat Wangsa Didjaya : 1913 – 1918
6. Sutara :
1918 – 1919
7. Raji :
1919 – 1931
8. Suwela Wiriadireja : 1931 – 1939
9. Sentana Atmaja : 1939 – 1950
10.
Arpat Wansapraja
: 1950 – 1956
11.
Djunaedi : 1956 –
1967
12.
Suparma : 1967 –
(satu minggu diberhentikan)
13.
Abu Bakar Sidik
: 1967 – 1989
14.
Sanipan : 1989 – 2001
15.
Dirmawan : 2001 –
2011
16. Warta :
2012 - sampai sekarang
Sumber : http://warukawung-indah.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment