Dalam
Naskah-naskah Tradisi Cirebon
1.
Pendahuluan
Sossok
Sunan Gunung Jati (SGJ) sampai kini masih diperdebatkan. Sebagian menganggap
bahwa SGJ identik dengan tokoh Fatahillah yang berasal dari Pasai, namun
sebagian lagi menganggap sebagai dua tokoh yang berbeda; SGJ adalah Syarif
Hidayatullah berasal dari Cirebon sementara Fatahillah berasal dari Pasai.
Untuk mengungkap sosok SGJ bisa dilacak dari informasi mengenai SGJ. Adapun
salah satu informasi yang cukup menarik tentang silsilah SGJ ini berasal dari
naskah-naskah dalam tradisi Cirebon.
Silsilah
SGJ dalam tradisi tulis dan lisan Cirebon ada yang dihubung-hubungkan dengan
tokoh-tokoh pewayangan dan para nabi melalui dua grais, yakni
garis kiwa diturunkan dari garis ibu yang biasanya dikaitkan dengan
tokoh-tokoh pewayangan dan garis tengen diturunkan dari garis ayah yang
biasanya dihubungkan dengan para nabi. Garis hubungan seperti ini terdapat
dalam Carub Kanda (CK) koleksi Salana (Pupuh Kedua/Dangdanggula bait kedua
sampai kesembilan). Nukilan Sedjarah Tjirebon Asli (NSCA) karangan Pangeran
Suleman Sulendraningrat yang diterbitkan tahun 1968 dan 1972, naskah siaran
kebudayaan pada Radio Leo Cirebon yang disusun oleh Marsita dan tulisan Masduki
Sarpin pada Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi Cirebon tanggal 11 September 1990
dengan judul Siapakah Sunan Gunung Jati?
Sunan Gunung Jati |
2
Silsilah SGJ Berdasarkan Naskah-Naskah Tradisi Cirebon
Berdasarkan
CK, silsilah SGJ dari garis ibu adalah sebagai
berikut:
Nabi
Adam berputra
Yang
Widi Nurut, berputra
Yang
Widi Syukur, berputra
Yang
Widi Nubut, berputra
Jalalu
Purba, berputra
Yang
Nakiru, berputra
Yang
Luhur, berputra
Marija,
berputra
Sira
Sesunu, berputra
Yang
Marijatha Widi, berputra
Bethara
Anyalunyu, berputra
Manon
Mayasa, berputra
Sambrana
Aji, berputra
Begawan
Sakutren, berputra
Sang
Sakri Daraningrat, berputra
Palasara,
berputra
Abiyasa,
berputra
Pandu
Dewanata, berputra
Dipati
Arjuna, berputra
Wara
Bimanyu, berputra
Parikesit,
berputra
Maharaja
Udayana berputra,
Prabu
Sri Gendrayana, berputra
Sri
Jaya Naya, berputra
Prabu
Jaya Mijaya, berputra
Jaya
Misesa, berputra
Kusuma
Wicitra, berputra
Citrasoma,
berputra
Anglingdriya,
berputra
Sang
Prabu Selacala, berputra
Sang
Katung Mahapunggung, berputra
Kendiawan
alias Resi Kenduyuhan, berputra
Lembu
Mijaya alias Panji Rawis alias Prabu Lelehan,
berputra
Ciung
Wenara, berputra
Prabu
Linggahiyang Sakti, berputra
Prabu
Linggawesi, berputra
Prabu
Wastu, berputra
Prabu
Susuktunggal, berputra
Munding
Kawati, berputra
Prabu
Siliwangi, berputra Walangsungsang, Rarasantang dan Raja
Sengara.
Pada
NSCA (Sulendraningrat, 1968:34-35) tertulis sebagai
berikut:
Nabi
Adam a.s.
Nabi
Sis a.s.
Sayyid
Anwar alias Nuruhu alias Sanghyang Nurcahya
Sanghyang
Nurasa alias Su’ur
Sanghyang
Wenang alias Nubuh,
Sanghyang
Tunggal Sri Mahapunggung alias Jalalu Purba
Batara
Guru alias Manyikeru, beristana di Gunung Tengguru Himalaya,
India
Betara
Brama alias Maridj
Bramani
Raras
Yang
Tritusta
Bagawan
Manomanasa
Bagawan
Sambarana
Bagawan
Sukrem
Bagawan
Sakri
Palasara
Bagawan
Abiyasa
Pandudewanata
Arjuna
alias Dipati Suryalaga
Abimanyu
alias Anom Permadi
Parikesit
alias Purbasengara
Aji
Hudayana
Agendrayana
Setrayana
(Prabu Jayabaya)
Jayamijaya
Gung
Jayamisena
Prabu
Kusumawicitra
Prabu
Citrasoma
Prabu
Pancadria Linuwih
Prabu
Anglingdriya
Raja
Selacaya Anglingdarma
Yang
Sri Mahapunggung Akhir
Prabu
Kendihawan (Dewa Natacengkar)
Resi
Kenduyuhan
Lembu
Amiluhur
Rawisrangga
Prabu
Lelean (Maharaja Adimulya)
Prabu
Ciung Wanara
Prabu
Dewi Purbasari
Prabu
Lingga Hyang
Prabu
Lingga Wesi
Prabu
Wastu Kencana
Prabu
Susuk Tunggal
Prabu
Banyak Larang
Prabu
Banyak Wangi
Prabu
Mundingkawati
Prabu
Anggalarang
Prabu
Siliwangi
Ratu
Mas Rarasantang Syarifah Mudaim
Sunan
Gunung Jati Cirebon Syekh Syarif Hidayatullah.
Adapun
dari garis ibu yang tidak dihubungkan dengan tokoh pewayangan terdapat dalam
Sulendraningrat (1976:52-54) sebagai berikut:
Prabu
Lelean (Maharaja Adimulya)
Prabu
Ciung Wanara
Prabu
Dewi Purbasari
Prabu
Lingga Hyang
Prabu
Lingga Wesi
Prabu
Wastu Kencana
Prabu
Susuk Tunggal
Prabu
Banyak Larang
Prabu
Banyak Wangi
Prabu
Mundingkawati
Prabu
Anggalarang
Prabu
Siliwangi
Ratu
Mas Rarasantang Syarifah Mudaim
Sunan
Gunung Jati Cirebon Syekh Syarif Hidayatullah.
Marsita
menulis silsilah SGJ untuk siaran kebudayaan pada Radio Leo Cirebon sebagai
berikut:
Nabi
Adam a.s
Nabi
Sis beristri Dewi Jelajah, berputra
Sayid
Anwar alias Nuruhu atau Sanghyang Nurcahya beristri Dewi Nurini,
berputra
Su’ur
alias Sanghyang Nurasa beristri Dewi Ranatika,
berputra
Nubuh
alias sanghyang Wenang beristri Ratna Sayuti,
berputra
Jalalu
Purba alias Sanghyang Tunggal atau Sri Mahapunggung awal beristri Dewi
Rekatawati, berputra
Manyikeru
alias Betara Guru atau Sanghyang Manik Maya (Iwang Pramesti Dewa Guru),
berputra
Maridz
alias Betara Brahma beristri Sauti, berputra
Naibramani
atau Brahmani raras beristri Dewi Rarasati, berputra
Hyang
Tritusta beristri ratna Diwati, berputra
Begawan
Manomayasa beristri Dewi ratnawati, berputra
Begawan
Sambarana, berputra
Begawan
Suktrem (Sakutrem) beristri Ratna Nilawati, berputra
Bagawan
Sakri berisi Dewi Sakti (Dewi Adresyanti), berputra
Bagawan
Palasara beristri Dewi Durgandini berputra
Bagawan
Abiyasa (Krena Dwipayana) beristri Dewi Ambika,
berputra
Pandudewanata
beristri Kunti Nalibrata, berputra
Janaka
(Arjuna, Dipati Suryalaga, Permadi, Dananjaya) beristri Mayangarum Sari,
berputra
Anom
Permadi (Abimanyu, Angkawijaya)beristri Dewi Utari,
berputra
Purbasengara
(Parikesit, Prabu Lare) beristri Dewi Tapen,
berputra
Aji
Hudayana beristri Gendrawati Patuama, berputra
Agendrayana
beristri Patmawati, berputra
Setyana
(Prabu Jayabaya) beristri Dewi Sara, berputra
Jayamijaya
Gung, berputra
Jayamisena,
berputra
Prabu
Kusumawicitra, berputra
Prabu
Citrasoma, berputra
Prabu
Pancadria Linuwih, berputra
Prabu
Anglingdriya, berputra
Raja
Selacaya (Angling Darma), berputra
Prabu
Hyang Sri Mahapunggung (Akhir), berputra
Prabu
Kendiawan (Dewa Nata Cengkar), berputra
Resi
Kenduyuhan, berputra
Prabu
Lembu Amiluhur, berputra
Prabu
Rawisrengga, berputra
Prabu
Adimulya (Raden Lelean), berputra
Prabu
Ciung Wanara, berputra
Sri
Ratu Purbasari, berputra
Prabu
Linggahyang, berputra
Prabu
Linggawesi, berputra
Prabu
Wastu Kencana, berputra
Prabu
Susuk Tunggal, berputra
Prabu
Banyak Wangi, berputra
Prabu
Mundingkawati, berputra
Prabu
Anggalarang, berputra
Prabu
Siliwangi beristri Subangkranjang, berputra
Sri
Mangana (Pangeran Cakrabuana, Walangsungsang, Haji Abdullah Iman, Ki Sangkan, Ki
Kuwu Cirebon), Rarasantang ibunda Syarif Hidayatullah, dan Raja
Sengara.
Masduki
Sarpin dalam harian Umum Pikiran Rakyat Edisi Cirebon1 tanggal
11 September 1990 menampilkan silsilah Sunan Gunung Jati dari garis ibu sebagai
berikut:
Nabi
Adam a.s.
Nabi
Sis
Anwar
(Sanghyang Nurcahya)
Sanghyang
Nurasa
Sanghyang
Wenang
Sanghyang
Tunggal
Betara
Guru
Brahma
Brahmasada
Brahmasatapa
Parikenan
Manumayasa
Sekutrem
Sakri
Palasara
Abiyasa
Pandu
Dewanata
Arjuna
Abimanyu
Parikesit
Yudayana
Yudayaka
Jaya
Amijaya
Kendrayana
Sumawicitra
Citrasoma
Pancadriya
Prabu
Suwela
Sri
Mahapunggung
Resi
Kandihuwan
Resi
Gentay
Lembu
Amiluhur
Panji
Asmarabangun
Rawis
Rengga
Prabu
Lelea
Mundingsari
Mundingwangi
Jaka
Suruh
Prabu
Siliwangi
Nyi
Mas Rarasantang
Sunan
Gunung Jati
CPCN
karangan Pangeran Arya Cirebon (1720) yang diterbitkan Atja menyajikan garis
keturunan SGJ dari garis ibu yang tertulis pada halaman (naskah) lima baris
keenam sampai halaman enam baris keempat (Atja, 1986:118) sebagai
berikut:
Naskah
CPCN
|
Terjemahan
|
ika
hana pwa Sang Prabu Siliwangi//
ika
anakiran Sang Prabu Anggalarang/
Sang
Prabu Anggalarang anak ing Sang Prabu Mundhingkawati/
Sang
Prabu Mundhingkawati anak ing Banyakwangi/
Sang
Prabu Banyakwangi anak ing//
Sang
Prabu Banyaklarang/
Sang
Prabu Banyaklarang anakira Sang Prabu Susuktunggal/
Anak
ing Sang Prabu Wastukancana/
Sang
Wastukancana anakira Sang Prabu Linggawesi//
Sang
Prabu Linggawesi anakira Sang Prabu Linggahiyang/
Sang
Prabu Linggahiyang anakira Sri Ratu Purbasari/
Sri
Ratu Purbasari anakira Sang Prabu Ciungwanara/
Prabu
Ciungwanara anak ing ing Maharaja Galuh Pakwan//
yeka
Maharaja Adimulya ngaranira …
(Atja,
1986:118)
|
Adapun
Sang Prabu Siliwangi
adalah
putera Sang Prabu Anggalarang.
Sang
Prabu Anggalarang putera Sang Prabu Mundingkawati.
Sang
Prabu Mundingkawati putera Banyakwangi.
Sang
Prabu Banyakwangi putera Sang Prabu Banyaklarang.
Sang
Prabu Banyaklarang putera Sang Prabu Susuktunggal.
Ia
putera Sang Prabu Wastukancana.
Sang
Wastukancana putera Sang Prabu Linggawesi.
Sang
Prabu Linggawesi putera Sang Prabu Linggahiyang.
Sang
Prabu Linggahiyang putera Sri Ratu Purbasari.
Sri
Ratu Purbasari puteri Sang Prabu Ciungwanara.
Prabu
Ciungwanara putera Maharaja Galuh Pakwan,
yaitu
Maharaja Adimulya namanya …
(Atja,
1986:156)
|
Uraian
di atas dapat diurutkan — dari leluhurnya—sebagai
berikut:
Maharaja
Galuh Pakwan, Maharaja Adimulya
Prabu
Ciyungwanara
Sri
Ratu Purbasari
Prabu
Linggahiyang
Prabu
Linggawesi
Prabu
Wastukancana
Prabu
Susuktunggal
Prabnu
Banyaklarang
Prabu
Banyakwangi
Prabu
Mundingkawati
Prabu
Anggalarang
Prabu
Siliwangi.
Berikut
ini tabel perbandingan silsilah keturunan SGJ dari
garis kiwa (ibu)
CK
|
NSCA
|
MRST
|
MSDK
|
CPCN
|
Nabi
Adam
Yang
Widi Nurut,
Yang
Widi Syukur,
Yang
Widi Nubut,
Jalalu
Purba,
Yang
Nakiru,
Yang
Luhur,
Marija,
Sira
Sesunu,
Yang
Marijatha Widi,
Bethara
Anyalunyu,
Manon
Mayasa,
Sambrana
Aji,
Begawan
Sakutren,
Sang
Sakri Daraningrat,
Palasara,
Abiyasa,
Pandu
Dewanata,
Dipati
Arjuna,
Wara
Bimanyu,
Parikesit,
Maharaja
Udayana
Prabu
Sri Gendrayana,
Sri
Jaya Naya,
Prabu
Jaya Mijaya,
Jaya
Misesa,
Kusuma
Wicitra,
Citrasoma,
Anglingdriya,
Sang
Prabu Selacala,
Sang
Katung Mahapunggung,
Kendiawan
alias Resi Kenduyuhan,
Lembu
Mijaya alias Panji Rawis alias Prabu Lelehan,
Ciung
Wenara,
Prabu
Linggahiyang Sakti,
Prabu
Linggawesi,
Prabu
Wastu,
Prabu
Susuktunggal
Munding
Kawati,
Prabu
Siliwangi,
Walangsungsang,
Rarasantang dan Raja Sengara.
|
Nabi
Adam a.s.
Nabi
Sis a.s.
Sayyid
Anwar/ Nuruhu/ Sanghyang Nurcahya
Sanghyang
Nurasa/ Su’ur
Sanghyang
Wenang
/
Nubuh
Sanghyang
Tunggal Sri Mahapunggung alias Jalalu Purba
Batara
Guru alias Manyikeru, beristana di Gunung Tengguru Himalaya,
India
Betara
Brama alias Maridj
Bramani
Raras
Yang
Tritusta
Bagawan
Manomanasa
Bagawan
Sambarana
Bagawan
Sukrem
Bagawan
Sakri
Palasara
Bagawan
Abiyasa
Pandudewanata
Arjuna
alias Dipati Suryalaga
Abimanyu
alias Anom Permadi
Parikesit
alias Purbasengara
Aji
Hudayana
Agendrayana
Setrayana
(Prabu Jayabaya)
Jayamijaya
Gung
Jayamisena
Prabu
Kusumawicitra
Prabu
Citrasoma
Prabu
Pancadria Linuwih
Prabu
Anglingdriya
Raja
Selacaya Anglingdarma
Yang
Sri Mahapunggung Akhir
Prabu
Kendihawan (Dewa Natacengkar)
Resi
Kenduyuhan
Lembu
Amiluhur
Rawisrangga
Prabu
Lelean (Maharaja Adimulya)
Prabu
Ciung Wanara
Prabu
Dewi Purbasari
Prabu
Lingga Hyang
Prabu
Lingga Wesi
Prabu
Wastu Kencana
Prabu
Susuk Tunggal
Prabu
Banyak Larang
Prabu
Banyak Wangi
Prabu
Mundingkawati
Prabu
Anggalarang
Prabu
Siliwangi
Ratu
Mas Rarasantang Syarifah Mudaim
Sunan
Gunung Jati Cirebon Syekh Syarif Hidayatullah.
|
Nabi
Adam a.s
Nabi
Sis
Sayid
Anwar/Nuruhu/Sanghyang Nurcahya
Su’ur/Sanghyang
Nurasa
Nubuh/Sanghyang
Wenang
Jalalu
Purba/Sanghyang Tunggal/Sri Mahapunggung awal
Manyikeru/Betara
Guru/Sanghyang Manik Maya (Iwang Pramesti Dewa
Guru),
Maridz/Betara
Brahma
Naibramani/Brahmaniraras
Hyang
Tritusta
Begawan
Manomayasa
Begawan
Sambarana,
Begawan
Suktrem (Sakutrem)
Bagawan
Sakri
Bagawan
Palasara
Bagawan
Abiyasa
Pandudewanata
Janaka
(Arjuna, Dipati Suryalaga, Permadi, Dananjaya)
Anom
Permadi (Abimanyu, Angkawijaya)
Purbasengara
(Parikesit, Prabu Lare)
Aji
Hudayana
Agendrayana
Setyana
(Prabu Jayabaya)
Jayamijaya
Gung,
Jayamisena,
Prabu
Kusumawicitra,
Prabu
Citrasoma,
Prabu
Pancadria Linuwih,
Prabu
Anglingdriya,
Raja
Selacaya (Angling Darma),
Prabu
Hyang Sri Mahapunggung (Akhir),
Prabu
Kendiawan (Dewa Nata Cengkar),
Resi
Kenduyuhan,
Prabu
Lembu Amiluhur,
Prabu
Rawisrengga,
Prabu
Adimulya (Raden Lelean),
Prabu
Ciung Wanara,
Sri
Ratu Purbasari,
Prabu
Linggahyang,
Prabu
Linggawesi,
Prabu
Wastu Kencana,
Prabu
Susuk Tunggal,
Prabu
Banyak Wangi,
Prabu
Mundingkawati,
Prabu
Anggalarang,
Prabu
Siliwangi beristri Subangkranjang,
Sri
Mangana (Pangeran Cakrabuana, Walangsungsang, Haji Abdullah Iman, Ki Sangkan, Ki
Kuwu Cirebon), Rarasantang ibunda Syarif Hidayatullah, dan Raja
Sengara.
|
Nabi
Adam a.s.
Nabi
Sis
Anwar
(Sanghyang Nurcahya)
Sanghyang
Nurasa
Sanghyang
Wenang
Sanghyang
Tunggal
Betara
Guru
Brahma
Brahmasada
Brahmasatapa
Parikenan
Manumayasa
Sekutrem
Sakri
Palasara
Abiyasa
Pandu
Dewanata
Arjuna
Abimanyu
Parikesit
Yudayana
Yudayaka
Jaya
Amijaya
Kendrayana
Sumawicitra
Citrasoma
Pancadriya
Prabu
Suwela
Sri
Mahapunggung
Resi
Kandihuwan
Resi
Gentay
Lembu
Amiluhur
Panji
Asmarabangun
Rawis
Rengga
Prabu
Lelea
Mundingsari
Mundingwangi
Jaka
Suruh
Prabu
Siliwangi
Nyi
Mas Rarasantang
Sunan
Gunung Jati
|
Maharaja
Galuh Pakwan, Maharaja Adimulya
Prabu
Ciyungwanara
Sri
Ratu Purbasari
Prabu
Linggahiyang
Prabu
Linggawesi
Prabu
Wastukancana
Prabu
Susuktunggal
Prabnu
Banyaklarang
Prabu
Banyakwangi
Prabu
Mundingkawati
Prabu
Anggalarang
Prabu
Siliwangi.
|
Dari
tabel di atas terdapat kesamaan silsilah Sunan Gunung Jati dari pihak ibu yang
menampilkan nama dari tokoh-tokoh pewayangan, kecuali naskah CPCN yang mengawali
silsilah keturunannya dari Maharaja Galuh Pakwan, Maharaja Adimulya. Persamaan
dari keempat naskah tersebut adalah:
Nabi
Adam
Sanghyang
Tunggal/Jalalu Purba
Yang
Tritusta
Bagawan
Manonmayasa
Bagawan
Sakri
Palasara
Bagawan
Abiyasa
Pandudewanata
Arjuna
Abimanyu
Parikesit
Agendrayana
Prabu
Kusumawicitra
Prabu
Citrasoma
Prabu
Anglingdriya
Raja
Selacaya
Sri
Mahapunggung (Akhir)
Resi
Kenduyuhan
Rawisrangga
Prabu
Lelean (Maharaja Adimulya)
Ciung
Wanara
Linggahiyang
Linggawesi
Wastukancana
Susuktunggal
Banyakwangi
Mundingkawati
Siliwangi
Ratu
Mas Rarasantang Syarifah Mudaim
Sunan
Gunung Jati Cirebon Syekh Syarif Hidayatullah.
Munculnya
nama Nabi Adam dan Nabi Sis kemudian diselingi oleh nama-nama para dewa dan
tokoh pewayangan mengisyaratkan adanya proses sinkretis dalam pemahaman ajaran
agama — dan tradisi masyarakat Jawa — terutama pada masa peralihan dari agama
Hindu-Budha kepada agama Islam. Pola akomodatif dan sinkretis yang dilakukan
para penyebar agama Islam dalam tahap awal menyebabkan pengaruh yang besar dalam
tulisan-tulisan mengenai tokoh-tokoh Islam seperti SGJ. Munculnya nama-nama
Sanghyang Nurcahya, Sanghyang Nurasa, Sanghyang Wenang, Sanghyang Tunggal/Jalalu
Purba dan Betara Guru/Manyikeru, misalnya, menunjukkan upaya pemasukan
unsur-unsur kepercayaan tradisional Sunda dan pengaruh Hindu Budha kepada garis
keturunan SGJ sebagai upaya legitimasi bahwa SGJ merupakan keturunan dari para
dewa dalam tradisi Sunda.21
Demikian
pula munculnya nama-nama dari dunia pewayangan yang berawal dari Nabi Adam dan
Nabi Sis dalam silsilah di atas menunjukkan adanya pengaruh
“rekayasa”sebagaimana dikemukakan Montana (1995:16) bahwa tokh wali yang
silsilahnya ditarik mundur sampai ke Nabi Adam adalah rekayasa belaka. Apalagi
jika dihubungkan dengan tokoh-tokoh pewayangan yang — jika ditelusuri ke masa
awal penyebaran agama Islam — diambil dari pertunjukan wayang sebagai media
dalam proses Islamisasi. Dalam pertunjukan wayang pada masa itu tidak hanya
diartikan secara harfiah saja sebagai entertainment tetapi lebih dimanfaatkan
sebagai perlambnag. Sunan Kalijaga, misalnya, dapat meyakinkan bahwa kalimasada
yang semula berarti sebuah jimat yang sakti adalah perubahan ucapan dari Kalimah
Syahadat, padahal pengertian semula dari bahasa Sanskerta Kali Maha Usadha yang
artinya Dewa Kali (Durga) Maha Tabib, maksudnya barangsiapa mengabdi kepad Dewa
Kali akan selalu mendapat keselamatan, kesehatan dan kebahadiaan. Akan tetapi,
dalam proses Islamisasi masyarakat Jawa, ucapan kalimasada dimaksudkan sebagai
Kalimah Syahadat yang ucapannya memang mirip.
Sunan
Kalijaga menyatakan bahwa pertunjukan wayang sebenarnya adalah perhiasan tunggal
yang dinamakan perhiasan syariat (syarenga). Wayang-wayang itu adalah manusia
sejagat, dalangnya adalah Allah, sang pencipta jagat (alam semesta). Wayang
tidak akan bergerak dengan sendirinya kalau tidak digerakkan dalang, demikian
pula semua mahluk itu tidak akan bergerak tanpa kersaning
Pangeran (kehendak Tuhan) Yang Mahagung, yang mencipta jagat (Montana,
1995:18). Adapun hakikat wayang — yang ditampilkan sebagai garis keturunan SGJ
— yang teradapat dalam naskah-naskah tradisi Cirebon mungkin merupakan penuturan
kembali dari berbagai kisah pewayangan. Munculnya nama-nama Pandudewanata,
Arjuna dan Abimanyu, misalnya menunjukkan tradisi masyarakat yang selalu
mengagungkan nama-nama ini. Arjuna dengan ketampanannya, misalnya, dikaitkan
dengan keturunan anak laki-laki yang ditampilkan dalam upacara tujuh bulanan
dengan menggambar tokoh Arjuna pada buah kelapa. Dalam pandangan Wiryamartana
(1990:328) perlambang Arjuna adalah perlambang sebagai manusia sakti dan
pertapa, kesatria dan manusia teladan, sehingga tidak mengherankan apabila
penulis naskah memasukkah Arjuna dalam silsilah SGJ dari pihak
ibu.
Sementara
silsilah SGJ dari garis ayah (tengen) tidak menghubungkannya dengan tokoh-tokoh
pewayangan yang berasal dari silsilah raja-raja dan agama Hindu dari garius
kiwa, namun dihubungkan dengan para nabi dari agama Islam. Beberapa naskah,
buku dan hasil penelitian yang menampilkan silsilah SGJ tanpa menghubungkan
dengan tokoh-tokoh pewayangan antara lain Babad Tanah
Sunda (tt), Nukilan Sedjarah Tjirebon Asli (1968, 1972)
dan Sejarah Cirebon (1976) yang ditulis oleh Pangeran Suleman
Sulendraningrat, naskah siaran kebudayaan pada Radio Leo yang disusun oleh
Marsita, tulisan Masduki Sarpin (Pikiran Rakyat, 11 September 1990), Carita
Purwaka Caruban Nagari(CPCN) karya Pangeran Arya Cirebon yang diterbitkan oleh
Atja (1972,1986) serta hasil penelitian Abdullah bin Nuh
(1978).
Pada
NSCA Sulendraningrat (1968:33-34) menyajikan silsilah SGJ dari garis ayah
sebagai berikut:
Siti
Fatimah binti Muhammad SAW menikah dengan Sayyidina Ali bin Abi Tahlib
ra.
Husain
Assabti
Jaenal
Abidin
Muhammad
Al Bakir
Jafar
Shadiq
Kasim
al Kamil (Ali al Uraid)
Muhammad
an Naghib (Idris)
Isa
al Basri (al Bakir)
Ahmad
al Muhajir
Uabaidillah
Muhammad
Alwi
Ali
al Gazam
Muhammad
Alwi
Amir Faqih
Abdul
Malik
Abdullah
Khan Nurdin (Amir)
Al
Amir Ahmad Syejh Jalaludin
Jamaluddin
al Husein
Ali
Nurul Alim
Syarif
Abdullah (Sultan Mesir)
Syarif
Hidayatullah.
Marsita
menyajikan Silsilah sebagai berikut:
Nabi
Adam as.
Nabi
Sis
Anwas
Qinan
makail
Yarid
Sam
Arfakhsyadz
Finan
Syalikh
Abir
Urgu
Sarug
Nakhur
Tarikh
Nabi
Ibrahim as
Nabi
Ismail as
Haidar
Jamal
Sahail
Binta
Salaman
Hamyasa
Adad
Addi
Adnan
Ma’ad
Nizar
Mudhor
Ilyas
Mudrikhah
Khuzaimah
Kinaan
Nadhar
Malik
Fihir
Ghalib
Lauiy
Kaab
Murrah
Kilab
Qushay
Abdul
Manap
Hasyim
Abdul
Muthalib
Abdullah
Nabi
Muhammad SAW
Fatimah
Azzahra, menikah dengan Ali, berputra
Sayyid
Husein Assabti
Iman
Zaenal Abidin
Muhammad
al Bakir
Jafarus
Shadiq
Ali
al-Uraidi Kasim al Kamil
Muhammad
an Nakib Ibris
Isa
al Basri al Bakir
Ahmad
al Muhair
Ubaidillah
Muhammad
Alwi
Ali
ag Gajam
Muhammad
Alwi
Amirfakih
Maulana
Abdulmalik
Abdul
Khan Nurdin Amir
Al
Amir Ahmad Syekh Jalaludin
Ali
Nurul Alim
Syarif
Abdullah, menikah dengan Rara Santang, berputra
Syarif
Hidayatullah.
Masduki
Sarpin dalam Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi Cirebon tanggal 11 September 1990
menampilkan silsilah sebagai berikut:
Nabi
Adam as
Nabi
Sis
Anwas
Qinan
Makhqil
Yarid
Makhnukh
Matusalh
Lamiq
Nabi
Nuh as
Syams
Arfakhsyal
Finan
Syalikh
Abir
Urghu
Surogh
Nakhur
Trikh
Nabi
Ibrahim as
nabi
Ismail
Haidar
Jamal
Sahail
Biniah
Saiman
Hamyasa
Adad
Addi
Adnan
Ma’ad
Nizar
Mudhor
Ilyas
Mudrikhah
Kinanah
Kuarenah
Nadhor
Malik
Fihrin
Gholib
Luaiy
Ka’ad
Murroh
Kilab
Qusay
Abdul
Manaf
Hasyim
Abdul
Muthalib
Abdullah
Nabi
Muhammad SAW
Siti
Fatimah
Sayid
Husain
Zainal
Abidin
Zainal
Alim
Zainal
Kubro
Zainal
Husain
Sultan
Khut
Sunan
Gunung Jati.
Pada
CPCN halaman (naskah) 59 baris pertama sampai halaman 60 baris ke-13 (Atja,
1986:137-138) ditampilkan sebagai berikut:
Naskah
CPCN
|
Terjemahan
|
Kawruhan
ta dheng sakweh[wa]an/59
Susuhunan
Jati Purba ika anakira Sarip Abdullah kang atemu tangan lawan putri sakeng Mesir
nagari// Nurul Alim anak ing Jamaludin kapernah ing Kemboja nagari yata anak ing
Jamaludin/
Jamaludin
anak ing Amir/
Amir
anak ing Abdulmalik kapernah ing Indiya nagari//
Anak
ing Alwi kapernah ing Mesir nagari/
Alwi
anak ing Muhamad/
Muhamad
anak ing Ali Gajam/
Ali
anak ing Alwi
Alwi
anakira Muhamad/
Muhamad
anak ing Baidillah//60
Baidillah
anak ing Ahmad/
Ahmad
anakira Al Bakir/
Al
Bakir anak ing Idris/
Idris
anak ing Kasim al Malik/
Kasim
anakira Japar Sadik/
Kapernah
ing Parsi/
Japar
Sadik anak ing Muhamad Bakir/
Muhamad
Bakir anakira Jenal Abidin/
Jenal
Abidin anak ing Sayid Husen/
Sayid
Husen anak ing Sayidina Ali kang atemu tangan lawan Siti Patimah anak ing Rasul
Muhammad nabi kang luhung …
(Atja,
1986:137-138)
|
Ketauilah
oleh sekalian bahwa
Susuhunan
Jati Purba itu putera Sarip Abdullah yang beristrikan puteri dari negeri Mesir.
(Ali) Nurul Alim putera Jamaludin berasal dari negeri Kemboja, ialah putera
Jamaludin.
Jamaludin
putera Amir,
Amir
putera Abdulmalik berasal dari negeri India,
Ia
adalah putera Alwi berasal dari negeri M0esir.
Alwi
putera Muhamad.
Muhamad
putera Ali Gajam
Ali
putera Alwi
Alwi
putera Muhamad
Muhamad
putera Baidilah
Baidilah
putera Ahmad
Ahmad
putera al Bakir
Al
Bakir putera Idris
Idris
putera Kasim al malik
Kasim
al Malik putera Japar Sadik
Dari
Parsi
Japar
Sadik putera Muhamad Bakir
Muhamad
Bakir putera Jenal Abidin
Jenal
Abidin putera Sayid Husen
Sayid
Husen putera Sayidina Ali yang beristrikan Siti Patimah, puteri Rasul Muhammad
Nabi yang mulia…
(Atja,
1986:174-175)
|
Uraian
di atas dapat diurutkan sebagai berikut:
Rasul
Muhammad
Sayid
Ali yang beristrikan Fatimah
Sayid
Husen
Sayid
Abidin
Muhamad
Bakir
Japar
Sadik dari Parsi
Kasim
al Malik
Idris
Al
Bakir
Ahmad
Baidillah
Muhammad
Alwi
dari Mesir
Abdulmalik
Amir
Jamaludin
dari Kamboja
Ali
Nurul Alim beristri putri Mesir
Sarip
Abdullah
Sementara
itu Abdllah bin Nuh (Syamsu As, 1996:68-69) menyusun silsilah Sunan Gunung Jati
dari garis ayah dengan merujuk pada hasil susunan Sayid Ahmad Abdullah Assegaf
yang ditulis dalam bahasa Arab yang diambil dari Pakem Banten sebagai
berikut:
Sayidina
Muhammad Rasulullah Saw.
Sayidina
Ali, suami Sayidina Fatimah
Sayidina
Husein
Ali
Zainal Abidin
Muhammad
Al Baqir
Ja’far
ash Shadiq
Ali
al Uraidhi di Madinah
Sayid
Isa di Basrah
Ahmad
al Muhajir di Hadramaut
sayid
Abdullah al-Ardh Bur, hadramaut
Sayid
Ali di Samal, Hadramaut
Sayid
Ali di Bait Juber, Hadramaut
Sayid
Ali Khali’ Gasam di Tarim, Hadramaut
Sayid
Muhammad Shahib Mirbath di Zafar, Hadramaut
Sayid
Alwi di Tarim, Hadramaut
Amir
Abdl Muluk di Hindustan
Ahmad
Syah Jalal di Hindustan
Maulana
Jamaludin al Akbar al Husein di Bugis
Ali
Nurul Alam di Siam/ Thailand
Raja
Umdatuddin Abdullah di Cempa
Syarif
Hidayatullah di Cirebon.
Berikut
ini tabel perbandingan silsilah keturunan SGJ dari garis tengen (garis
ayah)
NSCA
|
MRST
|
MSDK
|
CPCN
|
PB
|
Siti
Fatimah binti Muhammad SAW menikah dengan Sayyidina Ali bin Abi Tahlib
ra.
Husain
Assabti
Jaenal
Abidin
Muhammad
Al Bakir
Jafar
Shadiq
Kasim
al Kamil (Ali al Uraid)
Muhammad
an Naghib (Idris)
Isa
al Basri (al Bakir)
Ahmad
al Muhajir
Uabaidillah
Muhammad
Alwi
Ali
al Gazam
Muhammad
Alwi
Amir Faqih
Abdul
Malik
Abdullah
Khan Nurdin (Amir)
Al
Amir Ahmad Syejh Jalaludin
Jamaluddin
al Husein
Ali
Nurul Alim
Syarif
Abdullah (Sultan Mesir)
Syarif
Hidayatullah.
Nabi
Adam as.
Nabi
Sis
Anwas
Qinan
makail
Yarid
Sam
Arfakhsyadz
Finan
Syalikh
Abir
Urgu
Sarug
Nakhur
Tarikh
Nabi
Ibrahim as
Nabi
Ismail as
Haidar
Jamal
Sahail
Binta
Salaman
Hamyasa
Adad
Addi
Adnan
Ma’ad
Nizar
Mudhor
Ilyas
Mudrikhah
Khuzaimah
Kinaan
Nadhar
Malik
Fihir
Ghalib
Lauiy
Kaab
Murrah
Kilab
Qushay
Abdul
Manap
Hasyim
Abdul
Muthalib
Abdullah
Nabi
Muhammad SAW
Fatimah
Azzahra, menikah dengan Ali, berputra
Sayyid
Husein Assabti
Iman
Zaenal Abidin
Muhammad
al Bakir
Jafarus
Shadiq
Ali
al-Uraidi Kasim al Kamil
Muhammad
an Nakib Ibris
Isa
al Basri al Bakir
Ahmad
al Muhair
Ubaidillah
Muhammad
Alwi
Ali
ag Gajam
Muhammad
Alwi
Amirfakih
Maulana
Abdulmalik
Abdul
Khan Nurdin Amir
Al
Amir Ahmad Syekh Jalaludin
Ali
Nurul Alim
Syarif
Abdullah, menikah dengan Rara Santang, berputra
Syarif
Hidayatullah.
|
Nabi
Adam as
Nabi
Sis
Anwas
Qinan
Makhqil
Yarid
Makhnukh
Matusalh
Lamiq
Nabi
Nuh as
Syams
Arfakhsyal
Finan
Syalikh
Abir
Urghu
Surogh
Nakhur
Trikh
Nabi
Ibrahim as
nabi
Ismail
Haidar
Jamal
Sahail
Biniah
Saiman
Hamyasa
Adad
Addi
Adnan
Ma’ad
Nizar
Mudhor
Ilyas
Mudrikhah
Kinanah
Kuarenah
Nadhor
Malik
Fihrin
Gholib
Luaiy
Ka’ad
Murroh
Kilab
Qusay
Abdul
Manaf
Hasyim
Abdul
Muthalib
Abdullah
Nabi
Muhammad SAW
Siti
Fatimah
Sayid
Husain
Zainal
Abidin
Zainal
Alim
Zainal
Kubro
Zainal
Husain
Sultan
Khut
Sunan
Gunung Jati.
|
Rasul
Muhammad
Sayid
Ali yang beristrikan Fatimah
Sayid
Husen
Sayid
Abidin
Muhamad
Bakir
Japar
Sadik dari Parsi
Kasim
al Malik
Idris
Al
Bakir
Ahmad
Baidillah
Muhammad
Alwi
dari Mesir
Abdulmalik
Amir
Jamaludin
dari Kamboja
Ali
Nurul Alim beristri putri Mesir
Sarip
Abdullah
|
Sayidina
Muhammad Rasulullah Saw.
Sayidina
Ali, suami Sayidina Fatimah
Sayidina
Husein
Ali
Zainal Abidin
Muhammad
Al Baqir
Ja’far
ash Shadiq
Ali
al Uraidhi di Madinah
Sayid
Isa di Basrah
Ahmad
al Muhajir di Hadramaut
sayid
Abdullah al-Ardh Bur, hadramaut
Sayid
Ali di Samal, Hadramaut
Sayid
Ali di Bait Juber, Hadramaut
Sayid
Ali Khali’ Gasam di Tarim, Hadramaut
Sayid
Muhammad Shahib Mirbath di Zafar, Hadramaut
Sayid
Alwi di Tarim, Hadramaut
Amir
Abdl Muluk di Hindustan
Ahmad
Syah Jalal di Hindustan
Maulana
Jamaludin al Akbar al Husein di Bugis
Ali
Nurul Alam di Siam/ Thailand
Raja
Umdatuddin Abdullah di Cempa
Syarif
Hidayatullah di Cirebon.
|
Dari
tabel di atas teradapat kesamaan silsilah SGJ dari garis ayah yang menampilkan
nama dari para nabi. Silsilah yang ditulis oleh Marsita dan Masduki Sarpin
mengawalinya dari Nabi Adam, sementara NSCA, CPCN dan PB memulainya dari Nabi
Muhammad Saw atau Sti Fatimah binti Muhammad. Jika diurutkan silsilah SGJ
dari garis ayah dengan memadukan seluruh sumber di atas akan diperoleh urutan
sebagai berikut:
Nabi
Adam as.
Nabi
Sis
Anwas
Qinan
Makail
Sam
Arfakhsyadz
Finan
Syalikh
Abir
Urgu
Sarug
Nakhur
Tarikh
Nabi
Ibrahim as
Nabi
Ismail as
Haidar
Jamal
Sahail
Binta
Salaman
Hamyasa
Adad
Addi
Adnan
Ma’ad
Nizar
Mudhor
Ilyas
Mudrikhah
Khuzaimah
Kinaan
Nadhar
Malik
Fihir
Ghalib
Lauiy
Kaab
Murrah
Kilab
Qushay
Abdul
Manap
Hasyim
Abdul
Muthalib
Abdullah
Fatimah
Azzahra, menikah dengan Ali, berputra
Sayyid
Husein Assabti
Iman
Zaenal Abidin
Muhammad
al Bakir
Jafarus
Shadiq
Muhammad
an Nakib Ibris
Isa
al Basri al Bakir
Ahmad
al Muhair
Alwi
Ali
al Gajam
Muhammad
Alwi
Amirfakih
Maulana
Abdulmalik
Abdul
Khan Nurdin Amir
Ali
Nurul Alim
Syarif
Abdullah, menikah dengan Rara Santang, berputra
Syarif
Hidayatullah.
Pada
urutan di atas yang dimulai dari Nabi Adam As, antara tulisan MRST dengan MSDK
terdapat persamaan hingga urutan keenam, Yarid. Dari Yarid, Msdk masih menulis
keturunan berikutnya yakni Makhnukh, Matusalh, Lamiq dan nabi Nuh As, lalu ke
Sayams, sementara MRST dari Yarid langsung ke Syams. Dari Syams hingga Nabi
Muhammad urutan MRST dengan MSDK sama. Secara umum dilihat dari persamaan
keturunan dari masing-masing sumber, SGJ adalah keturunan ke-21 dari Nabi
Muhammad Saw. Perbedaan yang mencolok terdapat pada MSDK setelah urutan dari
Nabi Muhammad, pada MSDK hanya mencantumkan delapan keturunan yakni Siti
fatimah, Sayyid Husain, Zainal Abidin, Zainal Alim, Zainal Kubro, Zainal Husain,
Sultan Khut dan Sunan Gunung Jati, sementara sumber lain mencantumkan lebih
banyak dan bervariasi, NSCA hingga 23 keturunan, MRST 22 keturunan, CPCN 18
keturunan dan PB 21 keturunan.
Dari
beberapa silsilah SGJ di atas terdapat perbedaan dan persamaan di antara urutan
nama dan sumber rujukan, baik dari garis ayah maupun dari garis ibu. Perbedaan
mencolok terdapat pada silsilah SGJ dari garis ibu yang mencantumkan nama-nama
dari tokoh pewayangan yang bersumber dari ajaran agama Hindu, sementara dari
garis ayah justru mencantumkan para nabi dalam agama
Islam.
3
Makna yang Terkandung dalam Silsilah SGJ
Makna
yang terkandung di dalam silsilah SGJ di atas menunjukkan adanya upaya
legitimasi SGJ senbagai orang yang mempunyai otoritas kekuasaan sebagai Sultan
Cirebon dengan menghubungkan silsilah keturunan dari garis ibu dengan Prabu
Siliwangi penguasa kerajaan Pajajaran di Jawa Barat dan otoritas keilmuan (agama
Islam) dengan menghubungkan silsilah keturunannya dari garis ayah dengan Nabi
Muhammad Saw.
Dalam
silsilah ini teradpat motif para dewa yang dalam indeks motif Thompson termasuk
dalam kelompok A100-a499; gods dengan munculnya tokoh-tokoh para dewa —
sebagaimana cerita tentang dewa yang tinggal dan mati di dunia lain (A108; god
of the living and the dead in the otherworld) dalam cerita rakyat Cina
(Thompson, 1955:74) — terutama para dewa dari dunia pewayangan dalam silsilah
SGJ dari garis ibu; dan A500-599; demigods and culture heroes motif para tokoh
setengah dewa dan pembawa kebudayaan dalam kelompok A501; groups of demigods
(kelompok tokoh setengah dewa)(Thompson, 1955:116) dengan munculnya tokoh-tokoh
pembawa ajaranagama dan kebudayaan (Islam) yakni para nabi, dari Nabi Adam
hingga Nabi Muhammad dan para guru agama Islam dari silsilah SGJ dari garis
ayah.
Munculnya
silsilah ini merupakan ciri khas dari cerita legenda yang menghubungkan
keturunan seseorang dengan tokoh-tokoh tertentu yang mempunyai tujuan tertentu
pula, baik sebagai upaya untuk mensucikan tokoh itu maupun melegitimasikan
keberadaannya sesuai dengan kedudukannya.
Adapun
motif para dewa dan pembawa kebudayaan diduga penulis karya ini mempunyai maksud
melegitimasikan SGJ sebagai penguasa kerajaan Cirebon yang ada hubungan
genealogis dengan tokoh-tokoh pewayangan dan para raja di kerajaan Pakuan
Pajajaran. Dengan disajikannya tokoh-tokoh tersebut, maka SGJ adalah sah
sebagai penguasa (susuhunan) di kerajaan Cirebon. Sementara ditampilkannya tokh
pembawa ajaran agama Islam adalah sebagai legitimasi SGJ sebagai penyebar agama
Islam, hal ini ditunjukkan dengan ditampilkannya SGJ sebagai keturunan Nabi
Muhammad Saw sebagai pembawa ajaran Islam.
4.
Penutup
Berdasarkan
sumber informasi dari naskah-naskah tradisi Cirebon mengenai SGJ dapat
disimpulkan bahwa SGJ ternyata berbeda dengan Fatahillah , ia bukan tokoh yang
identik, melainkan tokoh yang berbeda dari aspek keturunan (silsilah)
berdasarkan naskah tradisi Cirebon.
Upaya
memunculkan SGJ dengan dua garis keturunan Islam dan kerajaan Sunda merupakan
upaya legitimasi yang sah bahwa SGJ adalah penyebar agam Islam sekaligus juga
sebagai penegak kekuasaan Islam di Jawa Barat. ***
* Dr.H.Dadan
Wildan, Drs., M.Hum. adalah Staf Pengajar FKIP Universitas galuh Ciamis, Doktor
Filologi dari Universitas Padjadjaran Tahun 2001.
1 Menurut
redaksinya, surat kabar tersebut banyak sekali menerima surat pembaca yang
bertanya tentang siapakah sesungguhnya Sunan Gunung Jati. masduki sarpin
menjawab keinginan pembaca dengan menampilkan silsilah Sunan Gunung Jati dari
garis ayah dan ibu tanpa menyebut sumber
rujukannya.
2 CK
idak menyebut Nabi Sis setelah Nabi Adam tetapi langsung kepada Yang Widi
Nurut
3 CK
tidak menyebut Sayid Anwar atau Nuruhu atau Sanghayang Nurcahya, tetapi Yang
Widi Nurut. Dari kata Nurut kemungkinan besar nama ini adalah nama lain dari
Sanghyang Nurcahya.
4 CK
tidak menyebut nama Sanghyang Nurasa tetapi langsung kepada yang Widi
Nubut.
5 CK
= Yang Widi Nubut
6 CK
= yang Nakiru
7 CK=Yang
Widi Nubut
8 Mulai
keturunan kesembilan hingga kesebelas antara CK, MSDK, NSCA dan MRST menampilkan
nama-nama dan urutan yang berbeda. Pada CK dan MSDK keturunan dari Marija ke
Manonmayasa diselingi tiga nama yakni keturunan kesembilan hingga kesebelas
mulai dari Sira Sesunu, Marijatha Widi dan Betara Anyalunyu, pada MSDK adalah
Brahmasada, Brahmasatapa dan Parikenan. Sementara pada NSCA dan MRST hanya
diselingi oleh dua nama yakni Bramani Raras dan Yang Tritusta. Mulai keturunan
ke-12 pada CK dan MSDK dan ke-11 pada NSCA dan MRST terdapat kesamaan, yakni
Manonmayasa.
9MSDK
tidak menyebut Sambarana tetapi langsung ke Sakutrem
10 CK=
Sakutren
11 CK
= Maharaja Udayana, MSD Yudayana
12 CK
= Sri Jayanaya
13 MSDK=Jayamisena
Gung
14 CK=Jayamisena
15 CK
tidak menyebut Pancadriya tetapi langsung ke
Anglingdriya
16 CK
menyebut Kendiawan alias Resi Kenduyuhan sedangkan yang lain
membedakannya.
17 CK
menyebut Lembu Wijaya alias Panji Rawis atau Prabu Lelean sebagai nama untuk
satu orang sementara NSCA dan MRST membedakannya, yakni Lembu Amiluhur,
Rawisrangga dan Prabu Lelean. Adapun MSDK setelah menyebut nama Lembu Amiluhur
keturunan ke bawahnya berbeda dengan naskah lain yakni Panji Asmarabangun,
Rawis Rengga, Prabu Lelean, Mundingwangi, Jaka Suruh, lalu ke Prabu
Siliwangi.
18 CK
tidak menyebut nama Dewi Purbasari tetapi dari Ciung Wanara langsung ke
Linggahiyang
19 CK
tida menyebut nama Banyaklarang dan Banyakwangi, dari Susuktunggal langsung ke
Mundingkawati.
20 CK
tidak menyebut nama Anggalarang, dari mUndingkawati langsung ke Prabu
Siliwangi.
21 Dalam
kosmologi Pantun Sunda dikenal adanya Mandala Agung yakni termpat Sanghyang
Tunggal berada. Mandala Agung ini berada di luar jangkauan pemahaman manusia
karena Sanghyang Tunggal ini “tidak dapat dikatakan apa dan tidak dapat
dijelaskan bagaiman”. Dalam agama Hindu-Buda yang pernah berkembang di Jawa
BaratSang Hyang Tunggal ini disebut Sunya Suksma atau kekosongan agung. Ia
adalah Esa Mutlak dalam dirinya, tak dapat dicapai oleh kodrat manusia. Maka,
agar dirinya dikenal oleh manusia ia menurunkan dirinya dalam wujud Batara
Sanghyang Kala, penguasa waktu. Dalam Pantun Sunda Sanghyang Kala ini juga
disebut Dewa Batara Seda Niskala, Sang Hiyang Dewakala, atau Batara Seda.
Dialah Dewa dari para Batara, dewa dari para dewa. Sehingga munculnya nama-nama
Sanghyang dalam silsilah SGJ menunjukkan bahwa SGJ bukanlah manusia biasa dalam
tradisi kosmologi Sunda, ia masih keturunan para nabi, sekaligus juga keturunan
para dewa (Lihat Sumardjo, PR. 4 Pebruari 2001).
22 Dari
Yarid, MSDK masih mencantumkan 4 keturunan yakni Makhnukh, Matusalh, Lamiq dan
Nabi Nuh As lalu Syams, sementara MRST dari Yarid langsung ke
Syams.
23 MRST,
MSDK, CPCN dan PB mencantumkan Nabi Muhammad, sementara NSCA memulainya dari
Siti Fatimah binti Muhammad
24 CPCN=Kasim
al Malik
25 PB=Sayid
Abdullah
26 Pada
NSCA dan MRST dari Muhammad urutannya Alwi, Ali al Gazam, Muhammad lalu ke Alwi
Amir Fakih. Pada CPCN dari Muhammad langsung ke Alwi, sementara pada PB dari
Abdullah ke Alwi, Sayid Ali di Bait Juber, Sayid Ali Khali Gasam di Tahrim, lalu
ke Muhammad.
27 Pada
CPCN tidak tercantum nama Sekh Jalaludin, dari Amir langsung ke Jamaludin,
sementara PB tertulis Ahmad Syah Jalal.
No comments:
Post a Comment