1. SUMUR WALI SYEKH SUBAKIR
1. Lokasi : Belakang Masjid Nurul Huda Desa Rejosari
2. Bahan : Bata Merah Berbentuk Busur
3. Periode : Abad XV Awal Perkembangan Islam di Pulau Jawa
Menurut cerita dari kyai, ulama dan sesepuh desa Rejosari, dulu Sumur Wali dibuat oleh Syekh Subakhir. Syekh Subakhir berasal dari Persia, selain dakwah beliau menumbali tanah angker yang dihuni jin – jin jahat yang mengganggu dan menyesatkan manusia. Syekh Subakhir datang di pulau Jawa pada tahun 1404 M, Syekh Subakhir berdakwah diwilayah Jawa Tengah bersama dengan Sunan Kudus dan Maulana Al Maghrobi, kemudian Syekh Subakhir kembali ke Persia tahun 1462 M dan wafat disana. Tugas dakwahnya digantikan oleh Sunan Kalijogo, sedangkanSumur Wali tersebut ditemukan oleh Indrojoyo sepulang dari penyerangan Belanda di Batavia tahun 1628 M, akhirnya Indrojoyo menetap di sekitarSumur Wali dan yang merawat pertama Sumur Wali tersebut. Dari alur cerita dan penelusuran sejarah maka pembuatan Sumur Waliakan mendekati pada kisaran pertengahan abad ke 15 atau sekitar tahun 1450 Masehi, Wallahu’alam…
2. MAKAM MBAH WONGSOPATI DAN MAKAM MBAH INDROJOYO
1. Lokasi : Belakang Balai Desa Rejosari
2. Periode : Masa Islam Abad ke 17
3. Ukuran Makam : 2 x 2 meter
4. Kondisi : Baik Terawat
5. Nama Pemilik Tanah : Aset Desa Rejosari
6. Nama Yang Diberi Kuasa Rawat : Sdr. Daryono ( Paguyuban Mekar Sari )
7. Tanggal Penataan Makam : Tahun 2012
Indrojoyo, Wongsopati dan Kertijoyo adalah prajurit – prajurit Kerajaan Mataram dibawah panglima perang Bahurekso dan Adipati Ukur yang menyerang Belanda di Batavia pada tahun 1628 M dan mengalami kekalahan dengan Belanda kemudian mereka tidak pulang ke kerajaan Mataram lagi, beliau – beliau singgah dan menetap di Pamutih ( Rejosari sekarang ).
Pada waktu itu di Pamutih sudah ada Sumur Wali kemudian beliau – beliau mendirikan mushola kecil di sekitar Sumur Wali dan mengajarkan agama Islam pada warga sekitar dan dari ketiga tokoh tersebut Kertijoyomenjadi Lurah Pamutih yang akhirnya Pamutih menjadi Desa Kertijoyosebelum menjadi Desa Rejosari ( sekarang ). Beliau – beliau meninggal di Desa Rejosari ( sekarang ), kini makam yang tersisa adalah yang sebelah timur adalah Makam Mbah Indrojoyo dan yang sebelah barat adalah Makam Mbah Wongsopati, sedangkan makam tokoh yang lain sudah hilang tergusur oleh pembangunan gedung Balai Desa Rejosari.
3. MAKAM R. TIRTO KUSUMO / MBAH BOJONG
1. Lokasi : Di Pemakaman Desa Rejosari
2. Periode : Masa Islam Abad ke 17
3. Ukuran Makam : 2 x 2 meter
4. Tanda Makam : Nisan Batu
Mbah Bojong adalah R. Kusumo atau R. Tirto Kusumo atau R. Hadi Kusumo juga bergelar Kyai Renggeng atau Kyai Remeng. Beliau anak dari Kyai Cempaluk dan bersaudara dengan R. Bahurekso. R. Tirto Kusumo mendapat tugas dari Kyai Cempaluk untuk membuka hutan diarea Gendogo. Awal mula wilayah Bojong persisnya di area Gendogo itu, sehingga Bojong wetan terletak disebelah timurnya, Bojonglor terletak disebelah utaranya dan Bojong Minggir agak jauh ke pinggir utara. Beliau akhirnya menetap di Rejosari sampai akhir hayat, bukti peninggalan sejarahnya adalah tanah sawah milik warga Rejosari berada diblok Gendogo sampai sekarang. Ada beberpa versi tentang makna nama Bojong, versi yang ada di Rejosari dari cerita turun temurun ialah setelah membuka hutan di Gendogo lalu R. Tirto Kusumo menguntit atau membujung prajurit – prajurit kerajaan Mataram yang belum kembali ke kerajaan Mataram setelah kekalahannya dalam penyerangan Belanda di Batavia. Membujung itulah akhirnya jadi Mbojong atau Bojong dan sekarang makam lebih dikenal dengan nama Mbah Bojong
4. MAKAM MBAH KYAI AHMAD DARUS
1. Lokasi : Di RT 03 RW 01 Desa Rejosari
2. Periode : Masa Islam abad XIX
3. Tanda Makam : Nisan Beton
Kyai Ahmad Darus adalah musafir penyebar agama islam dari Jawa Barat, beliau datang ke Clalung ( Rejosari sekarang ) untuk mengajarkan agama Islam di Rejosari khususnya dan Bojong pada umumnya. Beliau seorang kyai atau ulama yang mempunyai banyak kelebihan.
Beliau menetap di desa Rejosari sampai akhir hayat, beliau dimakamkan di desa Rejosari. Di lokasi makam tersebut selain makam MbahKyai Ahmad Darus juga ada makam tokoh lain yaitu Demang Blandong, Ki Singojoyo adalah pengikut dari R. Tirto Kusumo, kedua tokoh ini adalah yang membuka atau babat hutan cikal bakal beberapa desa di Bojong pada abad 17 diantaranya desa Bojong Minggir
5. SITUS GUMUK SIGIT
1. Lokasi : Sawah Bengkok Kadus Desa Rejosari
2. Ukuran Benda : Luas ± 7 x 6 meter
3. Tanda Benda : Gundukan Tanah setinggi ± 1 meter
Dahulu disekitar Gumuk Sigit sering ditemukan batu – batu datar (Dolmen ) yang lebar dengan diameter lebarnya mencapai 1 meter lebih, dan juga ditemukan barang – barang gerabah dan lain sebagainya. Namun karena kurangnya kepedulian masyarakat terhadap situs ataupun peninggalan kuno maka benda tersebut tak terurus dan hilang. Sehingga tak dapat dijadikan penelitian yang lebih jauh tentangGumuk Sigit tersebut, hanya perkiraan ataupun cerita turun temurun dari para sesepuh atau orang tua yang mengatakan bahwa Gumuk Sigit adalah peninggalan sebelum masa islam. Banyak mitos yang beredar mengenai hal – hal mistik dan gaib di situs Gumuk Sigit tersebut tapi kini yang tersisa hanya batu – batu kali yang ukurannya tidak terlalu besar. Sejak di desa Rejosari ada paguyuban yang peduli akan kelestarian cagar budaya maka dimulailah perhatian terhadap situs Gumuk Sigit tersebut
Rejosari berasal dari kata Rejo artinya rame atau makmur dan Sariartinya inti atau pusat. Rejosari dapat diartikan pusat keramaian, pusat kemakmuran. Dahulu desa Rejosari terdiri dari beberapa pedukuhan diantaranyaPamutih, Bandosan, Gondang, Clalung, Ngipik, dan Kabangan. Sejak berdirinya Kadipaten Pekalongan maka dari pedukuhan – pedukuhan tersebut terbentuk dua desa yaitu Desa Clalung dan Desa Kertijoyo. Desa Kertijoyo mengambil nama dari tokoh yang telah dijelaskan dalam situs Makam Indrojoyo.
Desa Clalung dan Desa Kertijoyo masuk dalam wilayah Kademangan Bojong Kademangan Bojong dibawah Kadipaten Pekalongan dan masuk wilayah Kerajaan Mataram. Seiring dengan perkembangan zaman dan perjalanan waktu, pulau Jawa dibawah pemerintahan Belanda pada tahun 1906 M, Belanda mengeluarkan peraturan desa tujuannya untuk menciptakan suatu struktur pemerintahan yang lebih rasional dan untuk menjamin penghasilan yang lebih besar bagi kepala desa, maka dilaksanakan suatu kebijakan penggabungan desa – desa di pulau Jawa dan hasilnya adalah diantaranya digabungnya Desa Clalung dan Desa Kertijoyo menjadi satu desa yaitu Desa Rejosari.
situs Gumuk Sigit. Di situsGumuk Sigit ada penemuan dua buah situs dalam satu lokasi hal ini sangat jarang sekali, adanya batu – batu datar semacam dolmen, tempat meletakkan sesaji guna memuja arwah nenek moyangnya. Dolmen tersebut diperkirakan pada masa zaman Neolithikum, kira – kira 200 tahun sebelum Masehi ( menurut teori purbakala ). Namun sayang dolmen – dolmen itu kini hilang entah kemana sehingga tidak dapat dijadikan penelitian lebih jauh. Andai itu benar, menunjukan di desa Rejosari kala itu sudah ada peradaban manusia yang terpandang atau kharimastik di zaman itu. Selanjutnya masih di area situs Gumuk Sigit ditemukannya barang tembikar semacam guci dari tiongkok dan butiran emas sebesar biji buah salam biasa disebut Emas Budha. Agak memungkinkan bahwa pada abad V musafir Budha yang bernama Fa Hien yang datang di pulau Jawa singgah di Rejosari. Hal tersebut dapat dibuktikan atau diketahui dengan banyak diketemukannya barang keramik China tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Pada abad XV desa Rejosari juga disinggahi ulama besar dari Persia, beliau Syekh Subakir peninggalannyaSumur Wali. Pada abad XVII juga datang dan menetap sampai akhir hayat prajurit Kerajaan Mataram sepulang dari Batavia mereka Indrojoyo, Wongsopati dan Kertijoyo. Pada abad yang sama juga datang R. Tirto Kusumo atau lebih dikenal Demang Bojong, terakhir pada abad XIX musafir penyebar agama Islam Kyai Ahmad Darus. Kiranya dari kedatangan beliau – beliau di Rejosari menunjukan bahwa desa Rejosari mempunyai magnet atau aura yang nilai positifnya lebih dibandingkan dengan desa lain. Dari itulah kiranya tidak berlebihan apabila kita sebagai generasi sekarang warga desa Rejosari selalu melestarikan situs – situs dan adat budaya yang ada di desa Rejosari selama ini agar menjadikan warga desa Rejosari selalu menghasilkan sesuatu yang bernilai positif moril maupun materiil. Sehingga desa Rejosari yang bermakna pusat kemakmuran akan dapat terwujud. Amin…
Demikian sejarah singkat berdirinya Desa Rejosari,
WALLAAHU ‘ALAMBISHOWAAB
No comments:
Post a Comment